Selasa, 08 Mei 2018

Task 3 Penerjemahan Berbasis Komputer

Diposting oleh Nakajima Hikari di 06.38 0 komentar
Name : Annisa Nadyastiti
NPM : 11614383
Class : 4SA01
Link : http://www.thehindu.com/todays-paper/tp-in-school/our-english-teacher-is-called-robin/article23337969.ece


[Source Text]


Our English Teacher is called Robin


Our English teacher is called Robin. After all, what’s in a name? He had learned that man cannot live by bread alone. He had married a woman who knew that the way to a man’s heart is through his stomach. He was fat.
Robin decided it was never too late to learn. He became an English teacher. He remembered his father’s comment: those who can, do; those who cannot, teach. Oh, he thought, there’s no fool like an old fool. He ignored his father, and took up ELT. Never mind, he thought, the love of money is the root of all evil. Well, the best things in life are free! His inner voice said, name one! Robin responded quickly - health is better than wealth. Remember, you can’t take money with you when you die. The inner voice continued to torment him. “You haven’t any money to take! All that glitters is not gold, Robin retorted. But you haven’t anything that glitters either, continued the voice. Robin didn’t rise to the bait this time.
Robin settled into a semi-comfortable life. He tried his best - if a job is worth doing, it’s worth doing well. He was a stickler for punctuality: After all, it’s the early bird that catches the worm, right? His approach was not shared by the class, in spite of his telling them that early to bed and early to rise, makes a man healthy, wealthy and wise. Their attitude was: better late than never. Robin’s encouragement of ‘a stitch in time saves nine’ always fell on deaf ears. There are none so deaf as those who will not hear, he thought.
Robin detested noise. ‘Silence is Golden’ he would shout, followed by ‘do as I say, not as I do’. He then explained: a still tongue makes a wise head, while empty vessels make the most sound. ‘Remember’ he said, thinking of grammatical accuracy, ‘least said, soonest mended’. By way of encouragement, he added, ‘ask a silly question, you’ll get a silly answer’.
Robin had other problems. He did not understand group work. What is the method here, he wondered, though he admitted that there was more than one way to skin a cat. Still, he gave it a try. If at first you don’t succeed, try, try, try again. He agreed that practice makes perfect. But practice in what? His students seemed to have adopted the motto ‘ignorance is bliss’. He lectured them to make hay while the sun shines, and strike while the iron is hot. As soon as he left the room, they put this into practice. It was a matter of when the cat is away, the mice will play.
Robin returned to uproar. This increased when he explained that he had forgotten to mark the homework. It never rains but pours, he thought. ‘I know’ he said, ‘take your essays and mark each other’s’. Silence followed, and he started to congratulate himself. But his inner voice cautioned him - don’t count your chickens before they are hatched. But think of the advantage, countered Robin, many hands make light work. Ah, but too many cooks spoil the broth, replied the voice.
The students finished their task, and called out the marks they had given each other. They were all the same! Seeing is believing, Robin muttered. But, after a while, he gave up. It was a matter of once bitten twice shy. He knew: if you want a thing done well, do it yourself. Robin’s students, on the other hand, were complimenting each other - great minds think alike!
Dismissing them, Robin admonished himself- look before you leap next time. Then looking at his watch, he noticed how time flies. He rushed along to the staff room, where birds of a feather flock together. He discussed his teaching problems with the staff members. He said, “I don’t believe the pen is mightier than the sword. If you spare the rod you’ll spoil the child.”
“No way,” said the other teachers. “Love conquers all.”


[Google Translate Version]



Guru Bahasa Inggris kami disebut Robin
Guru bahasa Inggris kami disebut Robin. Lagi pula, apa nama itu? Dia telah belajar bahwa manusia tidak dapat hidup dengan roti saja. Dia telah menikahi seorang wanita yang tahu bahwa jalan menuju hati pria adalah melalui perutnya. Dia gemuk.

Robin memutuskan tidak pernah terlambat untuk belajar. Ia menjadi guru bahasa Inggris. Dia ingat komentar ayahnya: mereka yang bisa, lakukan; mereka yang tidak bisa, mengajar. Oh, pikirnya, tidak ada orang bodoh seperti orang tua bodoh. Dia mengabaikan ayahnya, dan mengambil ELT. Tidak apa-apa, pikirnya, cinta uang adalah akar dari semua kejahatan. Yah, hal terbaik dalam hidup itu gratis! Suara batinnya berkata, sebutkan satu! Robin merespon dengan cepat - kesehatan lebih baik daripada kekayaan. Ingat, Anda tidak dapat membawa uang ketika Anda mati. Suara batin terus menyiksanya. “Anda tidak punya uang untuk diambil! Semua glitter itu bukan emas, balas Robin. Tetapi Anda tidak memiliki apa pun yang berkilau, lanjut suara itu. Robin tidak naik ke umpan kali ini.

Robin menetap dalam kehidupan semi-nyaman. Dia mencoba yang terbaik - jika pekerjaan itu layak dilakukan, itu layak dilakukan dengan baik. Dia seorang ngotot untuk ketepatan waktu: Bagaimanapun, itu adalah burung awal yang menangkap cacing, bukan? Pendekatannya tidak dibagi oleh kelas, terlepas dari dia mengatakan kepada mereka bahwa awal tidur dan awal untuk bangkit, membuat pria sehat, kaya dan bijaksana. Sikap mereka adalah: lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Dorongan Robin tentang 'jahitan demi waktu menghemat sembilan' selalu jatuh di telinga yang tuli. Tidak ada yang begitu tuli seperti mereka yang tidak mau mendengar, pikirnya.

Robin membenci kebisingan. 'Silence is Golden' dia akan berteriak, diikuti dengan 'lakukan apa yang saya katakan, bukan seperti yang saya lakukan'. Dia kemudian menjelaskan: lidah yang masih tenang membuat kepala yang bijaksana, sementara pembuluh yang kosong membuat suara paling banyak. ‘Ingat’ katanya, memikirkan ketepatan gramatikal, ‘paling tidak kata, paling cepat diperbaiki’. Dengan dorongan, tambahnya, ‘ajukan pertanyaan konyol, Anda akan mendapatkan jawaban konyol’.

Robin punya masalah lain. Dia tidak mengerti kerja kelompok. Apa metode di sini, dia bertanya-tanya, meskipun dia mengakui bahwa ada lebih dari satu cara untuk menguliti kucing. Tetap saja, dia mencobanya. Jika pada awalnya Anda tidak berhasil, coba, coba, coba lagi. Dia setuju bahwa latihan menjadi sempurna. Tetapi berlatih dalam apa? Murid-muridnya sepertinya telah mengadopsi motto 'kebodohan adalah kebahagiaan'. Dia menguliahi mereka untuk membuat jerami sementara matahari bersinar, dan menyerang selagi setrika panas. Begitu dia meninggalkan ruangan, mereka mempraktikkan ini. Itu masalah ketika kucing pergi, tikus akan bermain.

Robin kembali gempar. Ini meningkat ketika dia menjelaskan bahwa dia lupa menandai pekerjaan rumah. Tidak pernah hujan tetapi menuangkan, pikirnya. ‘Saya tahu’ dia berkata, ‘ambil esai Anda dan tandai satu sama lain’. Diam diikuti, dan dia mulai memberi selamat pada dirinya sendiri. Tapi suara batinnya mengingatkannya - jangan hitung ayam Anda sebelum menetas. Tapi pikirkan keuntungannya, balas Robin, banyak tangan membuat pekerjaan ringan. Ah, tapi terlalu banyak koki yang merusak kaldu, jawab suara itu.

Para siswa menyelesaikan tugas mereka, dan memanggil tanda yang telah mereka berikan satu sama lain. Mereka semua sama! Melihat percaya, Robin bergumam. Tapi, setelah beberapa saat, dia menyerah. Itu soal sekali digigit dua kali malu. Dia tahu: jika Anda ingin sesuatu dilakukan dengan baik, lakukan sendiri. Para siswa Robin, di sisi lain, saling memuji satu sama lain - pikiran hebat juga berpikiran sama!

Memecat mereka, Robin menegur dirinya sendiri — lihat sebelum Anda melompat lain kali. Kemudian melihat jam tangannya, dia melihat bagaimana waktu berlalu. Dia bergegas ke ruang staf, di mana burung-burung berbulu berkumpul bersama. Dia mendiskusikan masalah pengajarannya dengan anggota staf. Dia berkata, “Saya tidak percaya pena itu lebih kuat daripada pedang. Jika Anda menghindarkan tongkat itu, Anda akan memanjakan anak itu. ”

"Tidak mungkin," kata para guru lainnya. "Cinta mengalahkan segalanya."



[Translated by Me]



Guru Bahasa Inggris kami disebut Robin

Guru bahasa Inggris kami disebut Robin. Lagi pula, apa yang ada di nama tersebut? Dia telah belajar bahwa seseorang tidak dapat hidup dengan roti saja. Dia telah menikahi wanita yang tahu cara mengambil hati seorang pria yaitu dari perutnya. Dia gemuk.

Robin memutuskan tidak ada kata terlambat untuk belajar. Dia menjadi seorang guru bahasa Inggris. Dia ingat perkataan ayahnya: siapa yang bisa, lakukan; siapa yang tidak bisa, ajarkan. Oh, dia berpikir, tidak ada orang bodoh seperti orang tua yang bodoh. Dia mengabaikan ayahnya, dan mengambil ELT. Tidak apa-apa, dia berpikir, mencintai uang adalah akar dari segala keburukan. Ya, hal yang terbaik dalam hidup adalah gratis! Dalam hati dia berkata, sebutkan satu! Robin merespon dengan cepat – kesehatan lebih penting dari kekayaan. Ingat, Anda tidak bisa membawa uang saat Anda meninggal. Suara hatinya terus menyiksanya. “Kamu tidak punya uang untuk diambil! Semua kilauan itu bukan emas, balas Robin. Tetapi kamupun belum mempunyai kilauan itu, lanjut suara hatinya. Robin tidak terpancing kali ini.

Robin menetap dalam kehidupan semi-nyaman. Dia mencoba yang terbaik – jika pekerjaan itu layak dilakukan, itu layak dilakukan dengan baik. Dia adalah orang yang penuntut dengan ketetapan waktu: Lagi pula, burung yang datang lebih awal dapat menangkap cacing bukan? Pendekatannya tidak dibagikan di dalam kelas, meskipun mengatakannya pada mereka bahwa tidur lebih awal dan bangun lebih awal, membuat seseorang menjadi sehat, kaya dan bijaksana. Sikap mereka: lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Robin membenci kebisingan. Dia akan berteriak ‘Diam adalah emas’, diikuti dengan ‘lakukan seperti yang kukatakan, bukan seperti yang kulakukan’.  Lalu dia menjelaskan: lidah yang diam membuat kepala yang bijak, sedangkan tong kosong nyaring bunyinya.  ‘Ingat’ katanya, berpikir ketepatan gramatikal, ‘sedikit bicara, cepat selesainya’. Dengan dorongan, tambahnya, ‘tanyakan pertanyaan yang konyol, kamu akan mendapat jawaban yang konyol’.

Robin mempunyai masalah lain. Dia tidak mengerti kerja dalam grup. Metode apa yang dipakai di sini, dia bertanya-tanya, walaupun dia mengakui ada banyak jalan menuju Roma. Tetap saja, dia mencobanya. Jika awalnya Anda tidak berhasil, coba, coba, dan coba lagi. Dia setuju dengan latihan membuat sesuatu jadi sempurna. Tetapi latihan dalam hal apa? Para siswanya sepertinya telah mengadopsi motto ‘ketidaktahuan adalah kebahagiaan’. Dia mengajari mereka untuk membuat jerami sementara matahari bersinar, dan gunakan kesempatan dengan baik. Setelah dia pergi meninggalkan ruangan, mereka mempraktikannya. Tinggal masalah saat kucing pergi, tikus akan bermain.
Robin kembali gempar. Hal ini meningkat ketika dia menjelaskan bahwa dia lupa menandai pekerjaan rumah. Nasib buruk datangnya tampak bersamaan, dia berpikir. ‘Aku tahu’ katanya, ‘kerjakan esaimu dan tandai satu sama lain’. Diikuti diam, dan dia mulai memberi selamat pada dirinya. Tetapi suara hatinya mengingatkannya – jangan terlalu percaya diri sebelum sesuatu hal terjadi. Tetapi memikirkan keuntungannya, balas Robin, banyak tangan membuat pekerjaan menjadi ringan. Ah, tetapi terlalu banyak koki merusak kaldu, balas suara hatinya.

Para siswa menyelesaikan tugasnya, dan menyebutkan tanda yang mereka tandai masing-masing. Mereka semua sama! Melihat sama dengan percaya, gumam Robin. Tetapi, setelah beberapa saat, dia menyerah. Itu masalah jangan pernah melakukan kesalahan dua kali. Dia tahu: jika kamu ingin sesuatu dilakukan dengan baik, lakukanlah sendiri. Siswa Robin, di sisi lain, saling memuji satu sama lain – orang-orang yang pintar cenderung memiliki pikiran yang sama!

Membubarkan mereka, Robin menegur dirinya – lihatlah sebelum meloncat. Lalu melihat jam tangannya, dia menyadari waktu berjalan. Dia bergegas menuju ruang staf, dimana setiap makhluk hanya berhimpun dengan sesamanya. Dia berdiskusi tentang masalah mengajarnya kepada para staf. Dia berkata, “Saya tidak percaya pena lebih tajam daripada pedang. Kasih akan anak dipertangis, kasih akan istri dipertinggalkan.”

“Tidak mungkin,” kata guru-guru lainnya. “Cinta menaklukkan semua.”
 

Dreamy Vanilla Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea